Konflik Internal Partai Politik: Kasus PPP dan Partai Demokrat
WARTANUSANTARA.ID | BANDUNG -- Dalam beberapa tahun terakhir, konflik internal di partai-partai besar seperti PPP, Partai Demokrat, PKB dan Golkar menjadi sorotan utama. Pada 2022, PPP mengalami dualisme kepemimpinan akibat pernyataan kontroversial ketua umum Suharso Monoarfa yang memicu protes dan perpecahan di internal partai.
Kondisi ini melemahkan soliditas PPP dan berkontribusi pada kegagalannya lolos ambang batas parlemen pada Pemilu 2024. Sementara itu, Partai Demokrat menghadapi konflik serius pada 2020-2021 dengan munculnya kepengurusan tandingan melalui Kongres Luar Biasa (KLB) ilegal yang memilih Moeldoko sebagai ketua umum. Meski pemerintah menolak pengesahan KLB tersebut, kerusakan demokrasi internal dan penurunan citra partai tetap terjadi, mengganggu stabilitas dan kepercayaan publik terhadap Demokrat.
Dampak Konflik Internal terhadap Fungsi Partai dan Demokrasi
Konflik internal yang berkepanjangan melemahkan fungsi partai sebagai wadah aspirasi masyarakat dan pengelola konflik politik. Situasi ini menciptakan ketidakpastian politik dan menghambat konsolidasi demokrasi di Indonesia. Survei Indikator Politik Indonesia (2025) menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik hanya sekitar 62-65%, jauh lebih rendah dibandingkan kepercayaan terhadap presiden (85-97%) dan TNI (84-93%).
Penurunan kepercayaan ini erat kaitannya dengan konflik internal yang menyebabkan perpecahan, dualisme kepemimpinan, serta kegagalan partai dalam menjaga transparansi, akuntabilitas, dan penyelesaian konflik secara demokratis. Kasus korupsi kader juga memperburuk persepsi negatif masyarakat, terutama di kalangan berpendidikan dan berpenghasilan tinggi yang lebih skeptis terhadap partai politik.
Penyebab Konflik: Pragmatisme Kekuasaan dan Koalisi
Berbeda dengan anggapan bahwa konflik internal disebabkan oleh perbedaan visi atau ideologi, kenyataannya konflik lebih banyak dipicu oleh pragmatisme dalam perebutan kekuasaan dan pilihan koalisi politik. Partai-partai kerap terpecah karena perbedaan dukungan terhadap calon presiden atau pemerintahan, bukan karena perbedaan ideologi yang jelas.
Kondisi ini menghambat pelembagaan partai dan demokrasi internalnya, memicu fragmentasi politik, dan bahkan melahirkan partai-partai baru akibat perpecahan elit. Akibatnya, partai kehilangan kredibilitas dan dukungan pemilih, yang berdampak negatif pada proses pembuatan kebijakan dan stabilitas politik nasional.
Peluang dari Konflik Internal jika Dikelola Baik
Meski konflik internal berpotensi merusak, konflik juga bisa menjadi peluang jika dikelola secara demokratis dan transparan. Penyelesaian konflik yang baik dapat mendorong reformasi internal, memperkuat institusi partai, serta meningkatkan partisipasi kader secara inklusif.
Partai yang mampu mengelola konflik dengan baik akan mendapatkan apresiasi dari publik dan memperluas basis dukungan masyarakat. Konflik internal yang diselesaikan secara terbuka juga dapat menjadi sarana introspeksi dan pembaruan visi, misi, serta program partai sesuai kebutuhan zaman.
Kunci Reformasi dan Penguatan Demokrasi Internal Partai
Masa depan demokrasi Indonesia sangat bergantung pada kemampuan partai politik untuk melakukan reformasi internal secara menyeluruh. Survei LSI (Februari 2025) dan analisis para pakar politik menegaskan pentingnya penegakan aturan yang transparan dan penguatan budaya demokrasi internal sebagai kunci memperbaiki citra partai dan mengembalikan kepercayaan publik.
Fenomena personalisasi kepemimpinan dan mandeknya regenerasi elite partai menjadi hambatan utama dalam proses reformasi ini. Oleh karena itu, memperkuat regulasi internal, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, serta mendorong partisipasi aktif anggota menjadi langkah krusial agar partai kembali menjadi kekuatan positif bagi demokrasi Indonesia.
Kesimpulan
Konflik internal partai politik merupakan masalah kompleks yang memengaruhi stabilitas politik dan kualitas demokrasi di Indonesia. Tanpa penanganan yang tepat, konflik ini melemahkan partai dan menurunkan kepercayaan publik, sehingga mengancam fungsi partai sebagai pilar demokrasi.
Namun, dengan pengelolaan yang demokratis, transparan, dan reformasi yang komprehensif, konflik internal dapat menjadi momentum perbaikan dan penguatan partai politik. Jika tidak, partai politik akan terus menjadi sumber masalah yang menghambat kemajuan demokrasi di tanah air.
(Muhammad Fadhil Abdurrahim, S.I.Pol – Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Padjadjaran)
Redaktur: Wahid Ikhwan