DituIis OIeh Putri Hasanah Pulungan
Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah Pascasarjana UIN SYAHADA Padangsidimpuan
[WARTANUSANTARA.ID] Beberapa minggu terakhir, dunia dagang kembali memanas. Amerika Serikat, lewat pemerintahan Presiden Donald Trump, tiba-tiba mengumumkan tarif ekspor sebesar 32% untuk produk-produk asal Indonesia. Meskipun penerapannya ditunda 90 hari, langkah ini bikin banyak pihak di Indonesia garuk-garuk kepala. Apakah ini tanda dimulainya perang dagang babak baru? Dan yang lebih penting, apa dampaknya buat ekonomi kita?
Kenapa Tiba-Tiba Ada Tarif Ini?
Tarif ini bukan tanpa alasan. AS merasa defisit perdagangannya dengan Indonesia terlalu tinggi. Artinya, Indonesia lebih banyak menjual barang ke AS daripada membeli dari mereka. Supaya lebih “seimbang”, Trump mengeluarkan jurus lamanya: tarif tinggi biar barang dari Indonesia jadi lebih mahal dan kalah bersaing. Yang jadi masalah, Indonesia bukan negara kaya raya yang bisa santai menghadapi ini. Banyak sektor, mulai dari tekstil, elektronik, sampai otomotif, sangat bergantung pada pasar AS.
Jika Ekspor terancam, ekonomi akan melambat. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, kebijakan ini bisa memotong pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai 0.5 poin persentase. Itu angka yang cukup besar! Misalnya, kalau awalnya target pertumbuhan kita 5.2%, bisa-bisa turun jadi 4.7%. Bukan cuma angka di kertas, ini bisa berarti pabrik mengurangi produksi, lapangan kerja makin sempit, dan daya beli masyarakat pun ikut turun.
Tentunya Pemerintah Indonesia nggak tinggal diam. Salah satu jurusnya adalah menawarkan peningkatan impor dari AS senilai $18-19 miliar. Harapannya, AS jadi lebih “lunak” karena merasa mendapat timbal balik. Di sisi lain, pemerintah juga mulai menyesuaikan kebijakan domestik. Misalnya, tarif pajak ekspor kelapa sawit (CPO) disesuaikan supaya eksportir bisa sedikit “lega” di tengah tekanan.
Terus siapa yang paling berdampak? Kalau dilihat dari sektor, industri yang paling kena dampaknya adalah:
1. Tekstil dan Pakaian : Banyak produsen Indonesia kirim barang ke AS. Tarif tinggi bisa bikin produk kita kalah bersaing sama Vietnam atau Bangladesh yang memiliki biaya produksi lebih rendah.
2. Elektronik dan Komponen Otomotif : Sektor ini juga bergantung pada ekspor ke pasar AS.
3. Sawit : Meskipun bukan satu-satunya pasar, tekanan tambahan bisa bikin harga jatuh kalau pasokan menumpuk.
Namun, di tengah tantangan ini, ada juga sisi positif. Bank Indonesia mencatat bahwa Indonesia mungkin bisa memanfaatkan peluang dari perang dagang yang sedang berlangsung antara AS dan China. Banyak perusahaan di AS yang kini mencari alternatif pemasok dari negara lain setelah kebijakan tarif tinggi diberlakukan terhadap barang-barang asal China. Indonesia bisa menjadi alternatif yang lebih menarik, terutama untuk produk-produk yang serupa dengan produk dari China atau Vietnam. Jika Indonesia bisa memanfaatkan peluang ini, kita mungkin bisa mengisi sebagian besar pasar yang ditinggalkan oleh China. Namun, tentu saja ini membutuhkan kesiapan dari sektor-sektor yang terlibat, terutama dalam hal kualitas dan kapasitas produksi.
Sebagai masyarakat, kita nggak bisa langsung menghentikan perang dagang. Tapi ada beberapa hal yang bisa dilakukan:
1. Dukung produk lokal: Dengan lebih banyak membeli produk buatan dalam negeri, kita membantu perekonomian Indonesia tetap stabil.
2. Dorong UMKM go internasional: UMKM bisa mulai mengembangkan produk mereka untuk dipasarkan di luar negeri, tidak hanya mengandalkan pasar AS.
3. Beradaptasi dengan tren global: Meningkatkan kualitas dan efisiensi adalah kunci agar Indonesia bisa tetap bersaing di pasar global, baik dengan produk AS atau negara lain.
Tarif ekspor dari AS ini jelas jadi tantangan buat Indonesia. Tapi seperti kata pepatah, di balik kesulitan, selalu ada peluang. Perang dagang bisa jadi ajang pembuktian: apakah kita bisa naik kelas jadi pemain global yang tangguh? Yang pasti, babak baru ini belum selesai dan semua mata sedang melihat, bagaimana Indonesia menjawabnya. Jadi, meskipun ada badai tarif, kita tetap harus siap menanggapi dengan bijak dan tangguh.
Sumber :
Reuters. (2025, April 10). US tariffs may cut Indonesia growth by up to 0.5 percentage points, minister says.
https://www.reuters.com/world/asia-pacific/us-tariffs-may-cut-indonesia-growth-by-up-05-percentage-points-minister-says-2025-04-10
Reuters. (2025, April 14). Indonesia to offer to increase U.S. imports to help trade talks, official says.
https://www.reuters.com/world/asia-pacific/indonesia-offer-increase-us-imports-help-trade-talks-official-says-2025-04-14
Reuters. (2025, April 8). Indonesia to adjust crude palm oil export tax, finance minister says.
https://www.reuters.com/markets/commodities/indonesia-adjust-crude-palm-oil-export-tax-finance-minister-says-2025-04-08
Antara News. (2025, April 11). BI nilai Indonesia bisa ambil peluang dari dampak kebijakan tarif AS.
https://www.antaranews.com/berita/4634381/bi-nilai-indonesia-bisa-ambil-peluang-dari-dampak-kebijakan-tarif-as
RecruitFirst Indonesia. (2025, April). Dampak Kebijakan Tarif AS terhadap Pekerjaan di Indonesia.
https://www.recruitfirst.co.id/id/blog/dampak-kebijakan-tarif-as-terhadap-pekerjaan-di-indonesia