(BSI/foto : internet)
Ditulis oleh Zaida Mubarokah
Mahasiswa STEI SEBI Depok
[WARTANUSANTARA.ID]
Audit Syariah di lembaga perbankan Islam bukan sekadar alat evaluasi tetapi merupakan landasan yang menopang kepercayaan pemangku kepentingan terhadap kredibilitas dan integritas institusi keuangan Islam. Mengingat karakteristik unik keuangan Islam yang berlandaskan prinsip Syariah, audit Syariah memainkan peran krusial dalam memastikan bahwa operasi perbankan berjalan sesuai dengan aturan Syariah sekaligus menjaga standar akuntabilitas keuangan yang tinggi. Berdasarkan tinjauan Rashid dan Ghazi (2021), terdapat beberapa faktor utama yang menjadi pendorong sekaligus tantangan dalam meningkatkan kualitas audit Syariah, termasuk kompetensi auditor, independensi, skeptisisme profesional, dan penerapan kerangka tata kelola yang efektif.
Kompetensi auditor dalam memahami hukum Syariah dan praktik audit tradisional menjadi salah satu aspek yang sangat menentukan. Rashid dan Ghazi menekankan bahwa auditor harus memiliki pengetahuan ganda: pemahaman mendalam mengenai prinsip-prinsip Syariah serta keahlian teknis dalam metode audit modern. Tanpa kompetensi ini, auditor berisiko gagal dalam mengevaluasi aspek-aspek unik keuangan Islam, yang meliputi kesesuaian produk keuangan dengan larangan riba, gharar, dan maysir.
Salah satu tantangan yang disoroti adalah adanya kesenjangan dalam literatur mengenai audit Syariah. Kurangnya penelitian khusus dan data empiris mengenai kualitas audit Syariah menunjukkan bahwa topik ini belum mendapat perhatian yang memadai. Oleh karena itu, Rashid dan Ghazi mengusulkan adanya program pelatihan yang berfokus pada pengembangan keterampilan auditor Syariah. Program ini dapat mencakup pelatihan intensif dalam prinsip-prinsip Syariah serta teknik audit yang tepat untuk industri perbankan Islam. Dengan kompetensi yang memadai, auditor akan lebih mampu mengevaluasi kepatuhan terhadap Syariah secara efektif, sehingga meningkatkan kualitas audit dan keandalan pelaporan keuangan di lembaga perbankan Islam (IBI).
Independensi auditor merupakan faktor penting dalam menjaga kualitas audit Syariah. Ketika independensi terganggu, misalnya, akibat konflik kepentingan atau pengaruh dari pihak manajemen, auditor dapat kehilangan objektivitas, yang pada akhirnya menurunkan kepercayaan pemangku kepentingan terhadap hasil audit. Rashid dan Ghazi menggarisbawahi bahwa kurangnya independensi auditor dapat menyebabkan bias dalam proses audit, yang sangat mengganggu kredibilitas lembaga keuangan Islam.
Selain itu, skeptisisme profesional memainkan peran yang tidak kalah penting dalam meningkatkan kualitas audit. Skeptisisme ini mencerminkan sikap kritis auditor dalam mengevaluasi bukti-bukti audit dan memastikan keabsahan informasi yang diberikan. Dalam konteks keuangan Islam, skeptisisme auditor tidak hanya bersifat teknis tetapi juga melibatkan sensitivitas terhadap aspek-aspek etika Syariah. Misalnya, auditor harus mampu mengenali potensi ketidaksesuaian produk keuangan dengan prinsip Syariah, bahkan ketika produk tersebut telah mendapatkan persetujuan manajemen. Kemampuan ini sangat berharga dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap komitmen lembaga terhadap prinsip Syariah.
Kerangka tata kelola yang solid sangat diperlukan untuk mendukung audit Syariah yang berkualitas. Rashid dan Ghazi mengusulkan pembentukan Sistem Pengendalian Syariah Internal (ISCS) di IBI sebagai kerangka untuk mengelola risiko kepatuhan terhadap Syariah. ISCS yang efektif harus mencakup penilaian risiko, aktivitas pengendalian, serta pemantauan berkelanjutan yang memungkinkan lembaga keuangan Islam untuk menjamin bahwa prinsip-prinsip Syariah tercermin dalam seluruh proses dan struktur organisasi.
Dengan adanya ISCS, auditor dapat memperoleh lebih banyak akses ke data terkait risiko Syariah dan pengendalian yang ada, sehingga dapat menjalankan tugas audit secara menyeluruh. Sistem ini membantu dalam mendeteksi dan mencegah praktik yang mungkin melanggar prinsip-prinsip Syariah, sekaligus menjaga transparansi di tingkat manajemen. Selain itu, ISCS yang terintegrasi akan membangun kepercayaan yang lebih besar di kalangan pemangku kepentingan, karena pemantauan berkelanjutan terhadap kepatuhan Syariah akan memperkuat persepsi publik mengenai kredibilitas lembaga perbankan Islam.
Sebagai landasan untuk penelitian lanjutan, Rashid dan Ghazi mengembangkan kerangka teoritis yang berfokus pada empat elemen utama: masukan, proses, keluaran, dan konteks. Dalam audit Syariah, elemen-elemen ini dapat dihubungkan dengan konsep risiko audit tradisional, yaitu risiko inheren, risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Pendekatan ini bertujuan untuk menyediakan metode terstruktur dalam mengevaluasi kualitas audit secara menyeluruh dan mempertimbangkan karakteristik keuangan Islam yang unik.
Kerangka teoritis ini memungkinkan para peneliti dan praktisi untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang memengaruhi kualitas audit, dari karakteristik individu auditor hingga kompleksitas produk keuangan Islam. Dengan memanfaatkan kerangka ini, sektor keuangan Islam dapat mengembangkan standar audit yang lebih ketat, sehingga menciptakan lingkungan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel. Selain itu, kerangka ini memberikan panduan praktis bagi lembaga perbankan Islam dalam memperbaiki sistem audit internal mereka agar lebih sesuai dengan kebutuhan audit Syariah.
Secara keseluruhan, kualitas audit Syariah merupakan isu multifaset yang membutuhkan pendekatan holistik serta dukungan penelitian dan inovasi yang berkelanjutan. Interaksi antara kompetensi auditor, independensi, skeptisisme profesional, dan tata kelola yang efektif membentuk fondasi bagi keberhasilan audit Syariah. Sektor perbankan Islam terus berkembang, dan seiring dengan pertumbuhannya, komitmen terhadap audit Syariah yang berkualitas tinggi akan semakin penting untuk mempertahankan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Islam, meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan, dan memperkuat integritas keuangan Islam di kancah global.
Meningkatkan kualitas audit Syariah adalah suatu keharusan untuk memastikan bahwa perbankan Islam dapat berkembang secara berkelanjutan, transparan, dan akuntabel. Oleh karena itu, diperlukan perhatian yang lebih serius dari para pemangku kepentingan, baik di ranah akademik maupun industri, untuk mengembangkan solusi dan inovasi yang dapat menghadapi tantangan-tantangan yang telah teridentifikasi.