Menakar Kembali Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) Melalui Pendekatan Ekonomi Politik Keynesian: Sebuah Catatan Terhadap Transisi Kepemimpinan Nasional

 


WARTANUSANTARA.ID | BANDUNG -- Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) terbesar yang direncanakan oleh pemerintah Indonesia. Pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke IKN ini katanya untuk mengatasi berbagai tantangan di Jakarta dan Indonesia kedepan seperti kepadatan penduduk, masalah lingkungan hingga ketimpangan ekonomi regional.

Langkah pemerintah ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, pihak yang pro berargumen bahwa IKN mampu mengatasi beban Jakarta yang menopang diri sebagai pusat pemerintahan dan bisnis, IKN berpotensi menciptakan ekonomi baru serta menciptakan kota yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Namun di satu sisi banyak pihak yang mengkritik mega proyek IKN karena dinilai membutuhkan biaya yang besar, menimbulkan risiko ekologis dan ketidaksiapan infrastruktur lainnya. Selain itu proyek IKN lebih kental bernuansa politik daripada kebutuhan rakyatnya sendiri.

Pembangunan IKN: Sebuah Transformasi Kota Masa Depan

IKN diproyeksikan menjadi Forest City yang bertujuan mempertahankan fungsi hutan dan keanekaragaman hayati, ia juga akan menjadi Smart City yang akan mengintegrasikan teknologi modern untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas hidup masyarakat.

Mega proyek ini diharapkan mampu menciptakan banyak lapangan kerja di berbagai sektor baik formal, informal, jasa hingga perdagangan. Bahkan pembangunan IKN diklaim mampu menstimulus pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah tertinggal di penjuru Indonesia.

IKN dalam Pendekatan Keynesian

Pendekatan Keynesia menegaskan bahwa pemerintah diperbolehkan melakukan belanja dan investasi besar-besaran terutama dalam proyek infrastruktur karena dapat merangsang permintaan agregat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Penelitian oleh Yanuar (2006) menunjukkan bahwa pemindahan ibu kota dapat meningkatkan perekonomian daerah dan mengurangi kemiskinan dengan menciptakan lebih banyak kesempatan kerja.

Pembangunan IKN adalah bentuk intervensi negara yang signifikan, dengan alokasi anggaran besar untuk infrastruktur publik, seperti jalan, gedung pemerintahan, dan layanan dasar. Keynesianisme mendukung pengeluaran pemerintah semacam ini, terutama ketika tujuannya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengatasi ketimpangan regional.

Apakah Benar IKN Merupakan Sebuah Solusi?

Meskipun begitu, proyek IKN juga tak terlepas dari kontroversi dan kontra yang cukup besar. Banyak pihak berpendapat bahwa biaya pembangunan IKN terlampau besar dan bisa membebani anggaran negara apalagi jika dibiayai melalui hutang.

Almarhum Ekonom Faisal Basri (2002) mengkritik keras bahwa penggunaan dana APBN untuk IKN bertentangan dengan janji Jokowi yang akan membiayai proyek ini sepenuhnya melalui sumber non-APBN, bahkan kata beliau anggaran dari APBN yang awalnya 20% ditingkatkan menjadi 53%. Tentunya dana sebesar ini akan mengurangi jatah kepada sektor-sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan dan sosial.

Belum lagi saat bicara etnis dan sosial. Pakar hukum Universitas Airlangga Joeni Arianto Kurniawan mengkritik bahwa regulasi IKN ini tak sepenuhnya mendukung masyarakat adat.

Mereka yang memiliki hubungan spiritual dengan tanah kelahiran mereka tak bisa diukur dengan nilai material semata, kompensasi harus diperhitungkan oleh pemerintah tak hanya nilai pasar saja.

Partisipasi publik dalam proyek IKN juga dinilai tak dilakukan secara substantif, hal inilah yang berpotensi melemahkan kontrol masyarakat terhadap kebijakan. Alih-alih didukung rakyat, IKN justru akan dihujat habis oleh masyarakat sipil itu sendiri, IKN nya tak mulus berjalan dan demokrasi pun makin terancam.

Selain itu, dampak lingkungan juga menjadi sorotan para ahli. Melky Nahar seorang peneliti Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengingatkan bahwa bahan-bahan seperti batu dan pasir membutuhkan jumlah yang banyak, kalau tak diantisipasi dengan baik akan memicu perluasan krisis lingkungan dan konflik sumber daya alam.

Belum lagi proses legislasi yang cepat, hanya butuh 43 hari agar UU IKN ini disahkan. Tentu kekhawatiran akan sarat kepentingan politik dan demokratisasi semakin membesar dengan proses yang terburu-buru ini.

Transisi Kepemimpinan Nasional: Menakar Kembali Keseriusan Pemerintah

Minggu, 20 Oktober 2024 Indonesia secara resmi telah melantik Presiden - Wakil Presiden terpilih 2024-2029 yaitu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Transisi kepemimpinan nasional adalah momen krusial, sebab banyak proyek dan PR besar era-Jokowi yang belum selesai pengerjaannya.

Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa total keseluruhan progres IKN baru mencapai 15% dengan total anggaran telah dikucurkan senilai 71,8 trilliun rupiah atau 4,6 miliar dolar AS.

Pemerintahan Prabowo-Gibran perlu memikirkan secara serius keberlanjutan IKN, apalagi dengan janji makan bergizi gratis yang ditaksir membutuhkan 466 triliun rupiah dan program-program prioritas Prabowo-Gibran lainnya.

Setidaknya IKN dan makan bergizi gratis merupakan dua program prioritas yang mau tak mau harus dijalankan, maka mega proyek ini perlu mendapatkan atensi serius pemerintah baik dari kesiapan aspek akademik, teknokratik, hingga politis yang matang.

Transisi ini tidak hanya sekedar pergantian kepemimpinan nasional, namun juga perubahan kebijakan, strategi dan arah pembangunan nasional. Pemerintah perlu menerapkan kehati-hatian yang jitu, tanpa itu transisi pemerintahan dapat berdampak negatif dan menghambat kerja pemerintahan baru.

Salah satu pertanyaan besar publik soal IKN juga mengenai penandatangan Keppres Pemindahan Ibu Kota Negara, Jokowi sendiri tak menandatangani Keppres dengan alasan menunggu kesiapan ibu kota baru.

UU Nomor 21 Tahun 2023 menyebutkan bahwa pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke IKN harus ditetapkan melalui Keppres. Ibu kota negara akan tetap di Jakarta sampai ada tanggal pemindahan ibu kota negara melalui Keppres.

Menarik untuk ditunggu bagaimana keberlanjutan IKN di era pemerintahan Prabowo-Gibran, apakah ia sanggup bertahan ditengah tantangan besar melanjutkannya atau tergusur menjadi hunian tak terawat sebagaimana proyek-proyek pemerintah sebelumnya. (Fadhil)

Red: WIN

0/Post a Comment/Comments