Dewan Pengawas Syariah Dalam Manajemen Risiko Kepatuhan Pada Perbankan Syariah


Ditulis oleh Desi Putri Riskiah
Mahasiswa STEI SEBI Depok


WARTANUSANTARA.ID|EKONOMI-- Dalam perbankan, kepatuhan adalah sebuah keharusan. Bahkan dapat menjadi sebuah isu global saat ini ataupun dimasa yang akan datang. Kepatuhan terhadap prinsip syariah memiliki tujuan untuk mencapai kemaslahatan, sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 208 yang artinya “Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu”. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank syariah harus melaksanakan pengelolaan risiko kepatuhan karena fungsinya sangat penting dalam perbankan syariah karena itu bank harus bias memenejemen dengan baik karena manajemen risiko ini merupakan itikad penting yang harus dilakukan Lembaga keuangan dalam  meminimalisir kerugian akibat risiko yang akan ditimbulkan. Bank Indonesia mengatur manajemen risiko di bank syariah dalam rangka menjaga eksistensi dan meningkatkan kualitas bank syariah. 

Risiko yang terdapat pada kegiatan usaha bank syariah seperti yang dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah adalah mencakup risiko kredit, risiko kepatuhan, risiko likuiditas, risiko pasar, risiko hukum, risiko operasional, risiko strategis, risiko reputasi, risiko imbal hasil (Rate of Return Risk), dan risiko investasi (Equity Investment Risk).

Pengelolaan risiko kepatuhan dalam perbankan syariah berfungsi sangat penting bagi bank syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya. Pengelolaan risiko kepatuhan yang tidak sesuai dapat berdampak pada meningkatnya risiko-risiko lainnya, salah satunya risiko reputasi. Bank syariah yang tidak mematuhi hukum syariah dapat menimbulkan citra buruk sehingga akan terjadi peningkatan pada risiko reputasi. Maka demikian akan berdampak pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap bank syariah sehingga dapat mempengaruhi eksistensi bank syariah.

Bentuk risiko ini di antaranya ketidakmampuan suatu bank syariah untuk memenuhi dan melaksanakan aturan supervisor tentang ketentuan perundang-undangan yang berlaku diantaranya tertera pada ketentuan yang meliputi: KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum), KAP (Kantor Akuntan Publik), LDR (Loan to Deposit Ratio), PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat), BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit), PDN (Posisi Devisa Neto), RKAT (Rencana Kerja Anggaran Tahunan), GWM (Giro Wajib Minimum). Selain itu manajemen kepatuhan memiliki fungsi ialah serangkaian tindakan publik  atau langkah-langkah yang bersifat ex-ante (preventif) untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk sesuai dengan kaidah hukum syariah dan kemudian memastikan kepatuhan Bank terhadap komitmen yang telah dibuat oleh Bank Syariah kepada Bank Indonesia serta  otoritas-otoritas pengawas lain yang berwenang. Dalam manajemen risiko kepatuhan di suatu perbankan tidak akan pernah lepas dengan risiko inheren maka dari itu terdapat beberapa indikator atau parameter penting yang berkaitan dengan risiko kepatuhan diantaranya: Frekuensi terhadap pelanggaran atau pun rekam pelanggaran di masa lalu, juga berkaitan dengan Jenis dan signifikasi pelanggaran yang telah dilakukan, Pelanggaran pada ketentuan-ketentuan atas transaksi keuangan. Bank syariah wajib melakukan penerapan manajemen risiko melalui pengawasan aktif dewan komisaris, direksi, dan Dewan Pengawas Syariah mengenai penanganan risiko kepatuhan, kemudian perlu adanya penambahan dalam penerapan dalam beberapa hal untuk setiap aspek dalam melaksanakan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit untuk risiko kepatuhan. 

Pengelolaan risiko kepatuhan pada perbankan Syariah dilakukan dengan salah satu cara yaitu dengan pembentukan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Pembentukan DPS ini diatur dalam Pasal 32 Undang-Undang Perbankan Syariah yang sifatnya wajib bagi Bank Syariah dan UUS. Pemberian nasihat dan saran kepada direksi dan pengawasan kegiatan Bank Syariah serta Pengawasan UUS agar dilaksanakan sesuai dengan koridor Syariah merupakan beberapa fungsi DPS. Jika dilihat dari fungsinya, maka DPS ini melengkapi tugas pengawasan yang diberikan oleh komisaris. Beberapa Fungsi Dewan Pengawas Syariah seperti peningkatan kompetensi dan pemahaman mengenai fiqih muamalah dan perbankan syariah perlu diperkuat. Otoritas Jasa Keuangan perlu meninjau kembali regulasi mengenai rangkap jabatan Dewan Pengawas Syariah di beberapa lembaga keuangan syariah. Adanya rangkap jabatan Dewan Pengawas Syariah dapat menyebabkan kurang fokus dalam melakukan pengawasan. Maka demikian, pengelolaan risiko kepatuhan ini sangat perlu dilakukan dengan cara yang tepat sehingga dapat meminimalkan risiko-risiko lainnya dalam perbankan Syariah.


0/Post a Comment/Comments