Zakat pertanian sebagai ketahanan pangan di era pandemi Covid-19

Zakat pertanian sebagai ketahanan pangan di era pandemi Covid-19
Oleh Dudi Supriadi


Zakat adalah hal yang sangat fundamental bagi negara yang mayoritas muslim, hal ini bisa di lihat dari 2 dimensi yaitu vertikal dan horizontal, zakat merupakan bentuk ketaatan kepada Allah Swt dan sebagai kewajiban kepada manusia (Covid- 2020). Jika zakat ini bisa terealisasi dan dijadikan sebagai instrumen negara bisa dibayangkan kemajuan ekonomi dan pendapatan dalam negeri karena implementasi zakat sudah tertera dalam qur’an surat At-Taubah 60 “sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakan hatinya (Mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk membebaskan orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana” (Q.s At-Taubah:60).


Pengertian zakat mungkin sudah sangat populer belakangan ini selanjutnya “Agriculture is one of the assets of which zakat is to be made compulsory in Islam and it serves as a wealth distribution mechanism collected from excess wealth in the Islamic economic system” (Firdaus et al. 2019). Jika melihat luas wilayah indonesia 1,905 juta Km persegi dengan jumlah lahan produktif menurut databoks  badan busat statistik per empat februari  2020 luas kawasan produktif indonesia terutama luas baku sawah seluas 7,46 juta hektare.


Zakat pertanian wajib di keluarkan dengan catatan sudah mencapai nishab zakat, nishab zakat pertanian menurut mayoritas ulama sebesar 5 Wasq atau setara dengan 653 Kg gabah atau saekitar 523 Kg beras, pengeluaran zakat pertanian adalah setiap kali pelaksanaan panen. Dalam persentasenya 5% jika irigasi dilakukan oelh tenaga manusia dan 10% jika perairan secara alami hujan contohnya (Wibowo, Arifin, dan Sunarti 2015).


Bisa dibayangkan dengan luas baku sawah produktif indonesai yang begitu luas dan penunaian zakat pertanian dilaksanakan, sekaligus penyaluran zakatnya sesuai dengan Al-Qur’an maka hal ini akan membantu masyarakat indonesia di bagian pangan khususnya dimasa pandemi COVID-19, karena penunaian zakat untuk kemaslahatan umat di bolehkan oleh para ulama. Pada prinsipnya penyaluran zakat bisa langsung kepada para penerima zakat sesuai dengan Qur’an surat At-Taubah ayat 60. Tetapi jika ada kebutuhan maka boleh melakukan zakat produktif dengan syarat kebutuhan mustahiq yang mendesak sudah terpenuhi dan ada mitigasi risiko kerugian usaha (Kadir, Hakim, dan Syam 2020).


Saya yakin ketika hal ini di implementasi secara langsung sebagai instrumen negara hal ini bisa memperingan kewajiban pemerintah dalam penanganan korban COVID-19 khususnya dalam masalah pangan.

 

Daftar Referensi

Covid-, Masyarakat Berdampak. 2020. “Zakat sebagai sarana bantuan bagi masyarakat berdampak covid-19” 5 (2): 161–75.


Firdaus, Muhamad, Ab Rahman, Hussein Azemi, Abdullah Thaidi, Azman Ab Rahman, Siti Farahiyah, Ab Rahim, et al. 2019. “Agricultural zakat from the islamic perspective” 17 (2): 92–111.


Kadir, Afifuddin, Miftahur Rahman Hakim, dan Fahmi Syam. 2020. “Pengunaan dana zakat pada korban covid-19 perspektif maqashid syariah” 1: 107–16.


Wibowo, Dimas Hendika, Zainul Arifin, dan . Sunarti. 2015. “Analisis Strategi Pemasaran Untuk Meningkatkan Daya Saing UMKM (Studi pada Batik Diajeng Solo).” Jurnal Administrasi Bisnis 29 (1): 59–66. http://administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jab/article/view/1172.

 

0/Post a Comment/Comments