Prinsip Keadilan Sosioekonomi dalam penetapan haramnya riba

 Prinsip Keadilan Sosioekonomi dalam penetapan haramnya riba

Oleh Nurbaetillah


Tujuan utama ajaran islam yaitu untuk menjamin hak-hak individu dan menjaga solidaritas sosial dan untuk mengenalkan nilai moralitas yang tinggi, serta menerapkan penentu utama dalam sebuah aktifitas ekonomi yang di haramkan, yang didalamnya mengandung elemen ketidakadilan, maka dari itu semua ajaran Al- Quran difokuskan utuk mengeliminasi semua bentuk kejahatan bisnis yang sangat mendasar tersebut.


Dalam sebuah masyarakat muslim yang ideal terdapat salahsatu ciri atau karakteristik yang paling menonjol yaitu keadilan sosioekonomi yang dituntut menjadi sebuah cara hidup dan bukan suatu fenomena terpisah.ia harus menjangkau semua wilayah interaksi kemanusiaan, sosial, ekonomi, dan politik. Bahkan dalam dunia bisnis dan ekonomi sekalipun semua  nilai harus menyatu degan keadilan sehingga totalitasnya akan mendorong bukannya mematikan keadilan sosioekonomi. Salahsatu ajaran islam yang penting untuk menegakan keadilan dan menghapuskan eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah dengan melarang semua bentuk peningkatan kekayaan dengan “cara yang tidak adil[1].” Al-Quran secara tegas melarang kaum muslimin mengambil harta orang lain dengan cara yang bathil atau dengan cara yang tidak benar. Hal tersebut diungkapkan dalam Al-Qur’an.


    a.      Al-Baqarah : 188 : “Janganlah sebagian dari kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan cara yang bathil dan (janganlah) kamu membawa urusan harta itu pada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda oranglain dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.”

      

     b.      An-nisa : 29 : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan jalan suka sama suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu,sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu.”

     

     c.       At-Thaubah : 34 : “ dan mereka yang menyimpan emas dan perak, tidak menafkahkannya pada jalan Allah, berilah mereka kabar (bahwa mereka akan mendapat) adzab yang pedih.”


Secara umum dapat dikatakan bahwasannya islam melarang semua bentuk aktivitas ekonomi yang akan menimbulkan kesulitan dan masalah,sebuah transaksi yang hanya di dasarkan hanya pada kasus dan spekulasi semata.dimana hak-hak semua pihak yang terlibat  di dalamnya tidak dijelaskan dengan seksama, hal ini akan berakibat disatupihak yang terlibat menarik keuntungan sementara pihak yang lain dirugikan[2] Inilah yang dilarang keras oleh Al-Quran. Karena ketidakadilan berakar dari semua tindakan dan perilaku bisnis yang tidak dikehendaki, maka semua ajaran Al-Qur’an difokuskan untuk mengeliminasi semua bentuk kejahatan bisnis yang sangat mendasar tersebut.


Tujuan utama ajaran slam dalam ekonomi menurut Abdal’ati yaitu : untuk menjamin hak-hak individu dan menjaga solidaritas sosial dan untuk mengenalkan nilai moralitas yang tinggi dalam dunia bisnis, serta menerapkan hukum Allah dalam dunia bisnis. Dari uraian diatas jelaslah bahwa kebathilan dianggap sebagai penentu utama dalam sebuah aktifitas ekonomi yang diharamkan. Untuk itu Al-Quran memberikan tuntutan berupa hukum positif dan negatif dalam beraktifitas ekonomi. Hukum negatif dalam aktifitas ekonomi ada 3 hal yaitu : a) Bunga, b) akumulasi kekayaan, c) pelarangan terhadap barang-barang dan aktifitas yang haram. Adapun yang akan dibahas dalam artikel ini yaitu hukum negatif (pelarangan terhadap riba).


     1.      Larangan Riba


Larangan riba muncul dalam Al-Quran dalam 4 kali penurunan wahyu yang berbeda-beda yaitu :


     a.      Q.S Ar-Rum : 39 : “ dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.” Ayat ini diturunkan di mekah, menegaskan bahwa bunga atau riba akan menjauhkan keberkahan Allah dalam kekayaan, sedangkan sedekah akan meningkatkannya berlipat ganda.

    b.      Q.s An-Nisa : 161 : “ dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka tersebut siksa yang pedih.”  Ayat ini diturunkan pada periode awal madinah, mengutuk dengan keras praktek riba, seirama dengan larangannya pada kitab-kitab terdahulu.

    c.       Q.S Al-Imran : 130 : “ Hai orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntugan.” Wahyu ini diturunkan kira-kira tahun kedua dan ketiga hijriah, menyerukan kaum muslimin untuk menjauhi riba jika mereka menghendaki kesejahteraan yang di inginkan ( atau dalam pengertian islam yang sebenarnya ).

    d.      Q.S Al-Baqarah : 275-280 : “ Orang-orang yang makan atau mengambi riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang-orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila.keadaan mereka yang demikian itu,lantaran mereka berkata,sesungguhnya jualbeli itu sama dengan riba padahal Allah telah menghalalkan jualbeli dan mengaharamkan riba.orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya,lalu terus berhenti (dari mengambil riba ) maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan ) dan urusannya kepada Allah. Orang-orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya.allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai orang-orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.


Wahyu keempat ini diturunkan menjelang  seleseinya misi rasulullah saw, isinya mengutuk keras mereka yang mengambil riba, menjelaskan perbedaan yang jelas antara perniagaan dan riba, dan menuntut kaum muslimin utuk menghapuskan semua utang piutang yang mengandung riba, menyerukan mereka agar mengambil pokoknya saja dan mengikhlaskan kepada peminjam yang mengalami kesulitan.


     2.      Riba dan keadilan sosioekonomi


Pilar utama keadilan sosialekonomi didalam islam adalah komitmen pasti terhadap persaudaraan kemanusiaan. Komitmen ini kemudian menjadi landasan dari terwujudnya bentuk-bentuk keadilan sosioekonomi yang antara lain adalah :


     a.      Moderasi pengeluaran

     b.      Distribusi sumber daya

     c.       Distribusi kesejahteraan (kekayaan dan pendapatan)

    d.      Riba mendorong perlaku (konsumsi berlebihan)

     e.      Riba menciptakan konsentrasi (penimbunan) sumber daya pada segelintir orang

     f.        Riba menciptakan ketidakadilan dalam distribusi kesejahteraan


Pada akhirnya riba hanya akan menciptakan kondisi masyarakat yang terpolarisasi antara pemilik sumberdaya, kekayaan dan pelaku konsumsi berlebihan di satu sisi, dan mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk menjangkau hal tersebut disisi lain. Hal ini tentunya sangat jauh dari tujuan keadilan sosioekonomi dalam islam yang berlandaskan komitmen persaudaraan.



[1] Ahmad ,Mustak,2001.Etika Bisnis Dalam islam.jakarta : Pustaka Al-kautsar

[2] Chapra,M.Umer,2000.sistem moneter islam.jakarta: Gema insani

0/Post a Comment/Comments