RUU HIP yang merupakan inisiatif DPR RI menuai penolakan secara luas, terutama dari kalangan MUI, PBNU, dan Muhammadiyah. Titik poin krusial yang berujung tentang penolakan ialah adanya pasal tentang Trisila. Lalu apa itu Trisila? yuk simak opininya dari H.D Gumilang di bawah ini;
Pancasila, Trisila, dan Ekasila sebenarnya bukanlah barang baru bagi bangsa Indonesia.
Para founding father telah mendiskusikan hal tersebut jauh sebelum bangsa ini merdeka.
Memang benar, Sukarno yang pertama kali memperkenalkan rumusan Pancasila, Trisila, dan Ekasila --dengan catatan, konten Pancasila yang dikenalkan Sukarno berbeda dengan konten Pancasila yang sekarang kita kenal.
Trisila menurut Sukarno: Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokratis, dan Ke-Tuhanan. Adapun Ekasila menurut Sukarno: Gotong royong.
Kendati demikian, para founding father telah menyepakati Pancasila, alih-alih Trisila ataupun Ekasila.
Ajaibnya, sekarang upaya-upaya merevisi dasar-dasar negara kembali diusahakan. Dalam pasal 7 ayat 2 RUU HIP, konten Trisila ada sedikit perbedaan dengan yang dikemukakan Sukarno, yakni 'Ke-Tuhanan' menjadi, 'Ketuhanan yang berkebudayaan'.
Frasa 'yang berkebudayaan' sendiri itu ditemukan dalam butir kelima rumusan awal Pancasila dari Sukarno, lengkapnya: 1) Kebangsaan Indonesia (nasionalisme), 2) internasionalisme (peri-kemanusiaan), 3) mufakat (demokrasi), 4) kesejahteraan sosial, dan 5) ketuhanan yang berkebudayaan.
Yang jadi pertanyaan saya sekarang, siapa dalang yang menyusun RUU HIP ini? Dan siapa juga orang-orang di balik layar sehingga menyulut kegaduhan nasional? []
Sumber : FB