Oleh Ratu Rahmawati Dewi
Manusia sebagai makhluk paling
sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT, juga satu-satunya makhluk yang
mendapat tugas sebagai khalifah di muka bumi ini, tentu tidak langsung muncul
begitu saja. Manusia dapat terlahir dimuka bumi ini setelah melalui beberapa
proses pertumbuhan dan perkembangan, berasal dari sesuatu yang tak dapat
disebut sebagai makhluk hidup hingga menjadi makhluk yang sempurna. Berikut
akan dibahas mengenai proses atau tahapan penciptaan manusia berdasarkan Al-Qur’an.
Proses penciptaan anak manusia mulai
dari pembuahan sampai lahirnya sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Jauh sebelum
teknologi atau ilmu pengetahuan saaat ini mengungkap terkait proses
fertilisasi, Al-Qur’an sudah menyebutkan tahapan proses tersebut.
Al-Quran yang diturunkan 1.400 tahun
lalu sudah banyak mengungkapkan informasi yang baru saat ini berhasil ditemukan
oleh para ilmuan melalui penelitian. Fenomena atau fakta saat ini yang kemudian
sesuai dengan Al-Qur’an, menunjukkan tanda-tanda kebesaran Allah dan bahwa
kitab suci umat islam ini memang benar datangnya dari Sang Maha Pencipta.
Dalam surat Al-mu’minun ayat 12-14
Allah SWT menjelaskan tentang proses penciptaan Manusia :
ولقد خلقنا
الإنسان من سلالة من طين (۱۲) ثمّ جعاناه نطفة في قرار مكين (۱۳) ثمّخلقنا النّطفت
علقة فخلقنن العلقة مضغة فخلقنا المضغة عظاما فكسونا العظام لحما ثمّ أنشأناه خلقا
اخر فتبارك الله أحسن الخالقين (۱۶). المؤمنون : ۱۲-۱۶
Artinya :
“Dan
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah.(12) Kemudian kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).(13) Kemudian
air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik.(14)”
Ada beberapa fase tentang penciptaan
manusia sebagaimana yang telah tersebut pada ayat di atas. Beberapa diantaranya
ialah :
Pertama, ‘Sulalah min thin’ (saripati tanah). Saripati
tanah yang dimaksud adalah suatu zat yang berasal dari bahan makanan (baik
tumbuhan maupun hewan) yang bersumber dari tanah, yang kemudian dicerna menjadi
darah, kemudian diproses hingga akhirnya menjadi sperma.[1]
Kedua, ‘Nuthfah’ (air
mani). Makna asal kata ‘nuthfah’ dalam bahasa Arab berarti setetes yang dapat
membasahi. Yang dimaksud dengan nuthfah adalah pancaran mani yang menyembur
dari alat kelamin pria yang mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia,
tetapi yang berhasil bertemu dengan ovum wanita hanya satu.[2]
Ketiga, ‘Alaqah’ (segumpal
darah). Alaqah diambil dari kata alaqa yang artinya sesuatu
yang membeku, tergantung atau berdempet. Sehingga dapat diartikan sebagai
sesuatu yang bergantung di diding rahim.[3]
Keempat, ‘Mudghah’ (segumpal
daging)[4].
Dalam ilmu kedokteran, ketika sperma pria bergabung dengan sel telur wanita
intisari bayi yang akan lahir terbentuk. Sel tunggal yang dikenal sebagai zigot
dalam ilmu biologi ini akan segera berkembangbiak dengan membelah diri hingga
akhirnya menjadi segumpal daging. Melalui hubungan ini zigot mampu mendapatkan
zat-zat penting dari tubuh sang ibu bagi pertumbuhanya.
Kelima, ‘Idzam (tulang atau
kerangka). Pada fase ini embrio mengalami perkembangan dari bentuk sebelumnya
yang hanya berupa segumpal daging hingga berbalut kerangka atau tulang.
Keenam, Kisa al-‘idzam bil-lahm
(penutupan tulang dengan daging atau otot). Pengungkapan fase ini dengan kisa
yang berarti membungkus, dan lahm (daging) diibaratkan pakaian yang membungkus
tulang, selaras dengan kemajuan yang dicapai embriologi yang menyatakan bahwa
sel-sel tulang tercipta sebelum sel-sel daging, dan bahwa tidak terdeteksi
adanya satu sel daging sebelum terlihat sel tulang.
Ketujuh, Insya (mewujudkan
makhluk lain). Fase ini mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang dianugerahkan
kepada manusia yang menjadikannya berbeda dengan makhluk-makhluk lain. Sesuatu
itu adalah ruh ciptaannya yang menjadikan manusia memiliki potensi yang sangat
besar sehingga dapat melanjutkan evolusinya hingga mencapai kesempurnaan
makhluk.[5]
[1] تفسير التحرير والتنوير تأليف:سماحة الاستاذ الإمام الشيخ محمد
الطاهر بن عاشور الناشر: الدار التونسية للنشر- تونس 1984
[2] M.
Quraish Shihab, Tafsir Mishbah, Lentera hati2009, Hal.337
[3] أبي الفداء إسماعيل ابن كثير, تفسير قرأن العظيم, المكتبة العصرية
1996, صفحة 227
[4] Ibid