Keterkaitan Antara Iman, Hati, Dan Lisan


Oleh: Astri Nur Aisyah

Dalam sebuah Hadits Rasulullah SAW pernah bersabda:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasullah SAW bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits riwayat bukhari dan muslim diatas mengisyaratkan adanya keterkaitan antara iman, hati, dan lisan, antara keyakinan dan perkataan. Keterkaitan itu bukan hanya terjalin karena iman itu harus diikrarkan atau diucapkan dengan lisan, melainkan juga karena menjelaskan iman dan taqwa itu harus diwujudkan dalam perbuatan dan terutama perkataan. Dalam Qs. Al-Ahzab: 70-71, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”

Keterkaitan iman dan perkataan tidak jauh beda dengan keterkaitan antara hati dan lisan. Artinya, iman yang benar itu muncul dari hati yang tulus. Ketulusan iman di hati ini harus diucapkan dengan lisan dan diwujudkan dalam perbuatan. Dalam hal ini, ada kisah dari Lukman al-Hakim yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam “Kitab Zuhud” dari Khalid Bin Rabi”. Dulu, Lukman yang terkenal bijaksana itu pernah dimintai tolong oleh seorang majikannya untuk menyembelih seekor kambing. Setelah selesai dikuliti dan diambil dagingnya, sang majikan meminta supaya ia diambilkan daging atau organ kambing yang terbaik. Lukman kemudian mengambil hati kambing untuk diberikan kepada majikannya. Tidak berhenti disitu, sang majikan pun meminta satu lagi dari organ kambing yang terbaik. Lukman akhirnya mengambil lidahnya.

Setelah mengambil yang terbaik, majikannya meminta kepada lukman untuk menyembelih satu kambing lagi. Setelah selesai disembelih lantas langsung dikuliti dan diambil dagingnya, sang majikan meminta untuk mengambilkan organ tubuh kambing yang terburuk. Anehnya, Lukman mengambil barang yang sama, yaitu hati dan lidah. Maka sang majikan bertanya, “Mengapa yang terbaik dan terburuk itu sama?” Lukman berkata,”Tidak ada sesuatu yang lebih baik dari keduanya jika keduanya baik, dan tidak ada sesuatu yang lebih buruk dari keduanya, jika keduanya buruk.”

Mengingat begitu menentukannya hati dan lisan, Rasulullah hingga bersabda, Ala wa inna fil-jasadi mudhgah. Idza shaluhat shaluha al-jasadu kulluh, waidza fasadat fasada al-jasadu kulluh. Ala wainna hiya al-qalb. “Di dalam tubuh kita ada segumpal daging, yang apabila dia baik, maka baiklah seluruh tubuh, dan apabila dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh itu. Ketahuilah segumpal daging itu adalah hati.” (HR Bukhari).

Hubungan antara hati dan lidah digambarkan oleh Rasiulullah SAW “ Tidak akan sempurna iman seorang hamba kecuali bersih hatinya, dan tidak akan bersih hatinya kecuali lidahnya benar.” Di hari pembalasan nanti manusia tinggal ditentukan kebersihan hatinya. Sebagaimana doa Nabiyullah Ibrahim dalam Qs. Asy-Syu’ara: 87-89, “Dan janganlah engkau hinakan aku pada hari saat mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta benda dan anak-anak tidak berguna lagi, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”.

Di hari akhir nanti, lidah, lisan, dan mulut manusia juga akan dikunci. Dalam Qs. Yasin: 65, “Pada hari ini kami tutup mulut mereka. Dan berkatalah kepada kami tangan-tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” Semoga kita  bisa menjadi hati dan lisan kita. Amien. Wallahu a’lamu.

0/Post a Comment/Comments