Oleh Muhammad Shiddiq Shalahuddin Albana
A.Kedudukan Maqashid Syariah
Dr.Said
Ramadhan al-Buthi menegaskan bahwa mashlahat itu bukan dalil yang berdiri
sendiri seperti halnya Al-Qur’an, hadis, ijma dan qiyas. Tetapi mashlahat
adalah sebuah kaidah umum yang merupakan kesimpulan dari kumpulan hukum yang
bersumber pada dalil-dalil syari.
Mashlahat
adalah kaidah umum yang disarikan dari banyak masalah furu’ yang bersumber
kepada dalil-dalil hukum. Maksudnya, hukum-hukum fikih dalam masalah-masalah
furu’ dianalisis dan disimpulkan bahwa semuanya memiliki satu titik kesamaan
yaitu memenuhi atau melindungi mashlahat hamba di dunia dan akhiratnya.
Memenuhi
hajat hamba adalah kaidah umum sedangkan hukum-hukum furu’ yang bersumber
kepada dalil-dalil Syariah adalah furu’.
Oleh
karena itu, mashlahat itu harus memiliki sandaran dalil baik Al-Qur’an, hadis,
ijma ataupun qiyas atau minimal tidak ada dalil yang menentangnya. Jika
mashlahat itu berdiri sendiri, maka mashlahat menjadi tidak berlaku dan
maslahat tersebut tidak berlaku pula serta tidak bisa dijadikan sandaran.
Maslahat tidak bisa dijadikan dalil yang berdiri sendiri dan sandaran
hukum-hukum tafsili, tetapi legalitasnya harus didukung dalil-dalil syari.
Mashlahat
dan maqashid Syariah tidak bisa dijadikan satu-satunya alat untuk memutuskan
hukum dan fatwa. Tetapi setiap fatwa dan ijtihad harus menggunakan
kaidah-kaidah ijtihad yang lain sebagaimana yang ada dalam Bahasa ushul fikih.
Maqashid syariah
atau mashlahat memiliki dua kedudukan yaitu:
Pertama,
Mashlahat sebagai salah satu sumber hukum khususnya dalam masalah yang tidak
dijelaskan dalam nash.
Kedua,
Mashlahat adalah target hukum , maka setiap hasil ijtihad dan hukum syariah
harus dipastikan memenuhi aspek mashlahat dan hajat manusia. Singkatnya
mashlahat menjadi indikator sebuah produk ijtihad.
B. Fungsi
Maqashid Syariah
Seorang
faqih dan mufti wajib mengetahui maqashid nash sebelum mengeluarkan fatwa. Jelasnya, seorang faqih harus mengetahui
tujuan Allah Swt. dalam setiap syariatnya (perintah atau larangannya) agar
fatwanya sesuai dengan tujuan Allah Swt. agar tidak terjadi - misalnya -
sesuatu yang menjadi kebutuhan dharuriyat manusia, tapi dihukumi sunnah atau
mubah.
Lembaga
Fikih OKI (Organisasi Konferensi Islam) menegaskan bahwa setiap fatwa harus
menghadirkan maqashid Syariah kaena maqashid Syariah memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Bisa memahami
nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadis beserta hukumnya secara koprehensif.
2.
Bisa
mentarjih salah satu pendapat fuqaha berdasarkan maqashid Syariah sebagai salah
satu standar (murajjihat).
3.
Memahami
ma’alat (pertimbangan jangka Panjang) kegiatan dan kebijakan manusia dan
mengaitkannya dengan ketentuan hukum.
Tiga
poin tersebut diatas menunjukan bahwa mengaitkan satus hukum dengan maqashid
Syariah itu sangat penting supaya produk-produk hukum itu tidak bertentangan
dengan mashlahat dan hajat manusia.
C. Kompetensi
Mujtahid dan Mufti
Para
ahli ilmu ushul menegaskan, bahwa syarat menjadi seorang faqih atau mujtahid
adalah menguasai maqashid Syariah. Ar-Risuni menjelaskan:
“Seseorang
dikatakan berkompeten mewakili dan mengatasnamakan orang lain adalah ia harus
mengetahui maksud dan tujuan perkatan orang lain tersebut. Sedangkan
syarat-syarat selain itu adalah syarat-syarat pelengkap. Oleh karena itu,
seorang faqih dan mujtahid yang berfatwa atas nama Allah Swt., pertama-pertama
harus mengetahi dengan benar tujuan Allah Swt. ia juga harus tahu mengetahui
tujuan Allah Swt. dalam masalah yang menjadi ijtihad tersebut”
Jadi mujtahid harus tahu tentang maqashid agar
fatwa yang dikeluarkannya berdasarkan tujuan Allah Swt. dalam mensyariatkan
hukum tersebut.
Oleh
karena itu, seorang mufti tidak boleh menafsirkan nash yang tidak sesuai dengan
kehendak dan tujuan Allah Swt. dengan memaksakan penafsiran dalam nash tersebut
supaya tidak terjadi kesalahan. Salah satu contohnya yang dikatagirikan
kebutuhan primer kemudian dihukumi oleh mujtahid menjadi perbuatan sunnah atau
sebaliknya masalah yang termasuk katagori kebutuhan pelengkap kemudian dihukumi
oleh mujtahid menjadi wajib.
Kesimpulannya,
dengan kita memahami dan mempelajari maqashid Syariah maka kita bisa mengetahui
tujuan Allah Swt. yang dilakukan oleh faqih dan mufti untuk mengeluarkan fatwa,
maka kita harus mengetahui maslahat yang terdapat dalam Al-Quran, ijma, dan
qiyas. Agar kegiatan dan kebijakan manusia dan mengaitkannya dengan ketentuan
hukumnya. (Dr. Oni Sahroni, 2017)
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Oni Sahroni, M. A. (2017). MAqashid
Bisnis & Keuangan Islam: SIntesis Fikih dan Ekonomi. depok: RAJAWALI
PERS.