Oleh Nurhasanah
Istilah riba sepertinya sudah tidak asing lagi
di telinga masyarakat di Indonesia, terutama semenjak sudah semakin banyaknya
masyarakat yang belajar dan memahami mengenai Agama Islam secara lebih
mendalam. Pada umumnya istilah riba sering kita dengar pada bunga yang
diberikan dalam kegiatan peminjaman uang atau pada bank konvensional.
Riba menurut bahasa berarti ziyadah (tambahan)
tau nama’ (bekembang). Menurut Yusuf al-Qardawi, setiap pinjaman yang
mensyaratkan didalamnya tambahan adalah riba.
menurut Qadi Abu Bakar ibnu Al Arabi dalam
bukunya “Ahkamul Quran” menyebutkan defenisi riba adalah setiap kelebihan
antara nilai barang yang diberikan dengan nilai barang yang diterimanya.
Pada dasarnya islam melarang seorang muslim
untuk memakan riba, hal ini seperti yang tercantum di dalam surat Al-Baqarah
ayat 278 yang artinya:
“Hai orang –orang yang beriman, bertakwalah
kepada Alloh dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang
yang beriman” (Q.S. Al Baqarah: 278)
Allah melarang seseorang memakan riba
dikarenakan akan diberikannya siksaan yang amat pedih bagi orang-orang yang
memakan riba. Hal ini sudah disampaikan oleh Firman Allah dalam Al-Quran salah
satunya di dalam surat An-Nisa ayat 161, yaitu:
“Dan disebabkan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya
mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan
jalan yang bathil. Kami menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu
siksa yang amat pedih” (Q.S An-Nisa: 161).
Harta yang diperoleh dengan cara riba tidak
berkah. Artinya harta tersebut tidak
dapat menambah kebaikan pada pemiliknya, namun hanya akan musnah.
Sebagaimana di jelaskan dalam firman Allah
Q.S Al Baqarah:276
يَمْحَقُ
اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa.
Allah memberitahukan kepada manusia bahwa Dia
menghapuskan dan melenyapkan riba dari pelakunya, baik secara total maupun Dia
menghilangkan keberkahan hartanya sehingga tidak bermanfaat, bahkan dia
memandangnya tidak ada. Pada hari kiamat pun Dia akan menyiksanya. Allah juga
berfirman, “Dan sesuatu riba itu tidak adakan menambah pada sisi
Allah” (Ar-Rum: 39)
Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dari Nabi
Muhammad saw, “Sesungguhnya mesipun riba itu pada mulanya banyak, namun
akhirnya ia menjadi sedikit“. Maksud dari kalimat “Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa” adalah dengan rasa
tidak puasnya dengan harta halal yang telah diberikan Allah, lalu ia berusaha
untuk memakan harta orang lain dengan cara yang tidak baik dan melalui usaha
yang jahat. Dengan demikian, berarti ia berusaha untuk mengingkari nikmat Allah
yang ada padanya, sehingga hilanglah keberkahan dari harta yang ia miliki.
Mengenai berkah atas harta, dapat kita lihat
pada hadist berikut, yaitu “Siapa yang dikehendaki Allah menjadi baik,
maka akan dipahamkan-Nya dengan kepemahaman yang dalam tentang agama.” Dan
saya juga mendengar Rasulullah saw bersabda, “Aku ini adalah seorang
bendahara. Maka siapa yang kuberi sedekah dan diterimanya dengan hati yang
bersih, maka dia akan beroleh berkah dari harta itu. Tetapi siapa yang kuberi
karena meminta-minta dan rakus, maka dia seperti orang yang makan yang tak
pernah kenyang.” (Shahih Muslim: 1719). Berkah yang dimaksud adalah
terkait dengan rasa syukur atau cukup atas nikmat Allah yang telah diberikan
kepadanya dan menerima ketetapan Allah sehingga semakin tumbuh rasa kedekatan
dengan Allah. Hilangnya keberkahan akan mengakibatkan manusia tidak merasa
cukup dengan nikmat dari Allah sebagai perwujudan rasa tidak bersyukur dan
menginginkan atau meminta-minta nikmat yang belum ditetapkan oleh Allah untuk
ia dapatkan dengan rakus seakan-akan tidak ada rasa puas di mana hawa nafsu
diperturutkan dan semakin jauh dari Allah.