Pada kisah sebelumnya membahas masa kecilnya Hasan al-Banna.
Kali ini, saya akan mengisahkan percintaannya hingga akhirnya dua cinta itu
menguat untuk menghadapi ganasnya gelombang ujian dakwah.
Suatu ketika ibu Hasan al-Banna pergi ke sejumlah rumah
tokoh-tokoh Ismailiyah, di antaranya ialah keluarga As-Shauli yang cepat
merespon dakwah yang disampaikan Hasan al-Banna. Saat itu ibunya Hasan al-Banna
mendengar alunan suara bacaan al-Qur’an yang baik sekali. Ia bertanya, “Suara
siapa itu?” Pemilik rumah tersebut menjawab bahwa suara itu adalah suara fulanah yang sedang shalat. Ia mempunyai
rencana untuk menjodohkannya dengan anaknya (Hasan al-Banna). Karena ia melihat
keluarga ini adalah keluarga yang dermawan dan baik hati, disamping mempunyai
sentimen agama yang baik terhingga anak-anaknya terbina agamanya secara baik.
Ibu Hasan al-Banna pulang ke rumah, lalu ia menceritakan
kembali tentang Fulanah tadi kepada
anaknya. Hasan al-Banna tertarik dengan gadis yang diceritakan oleh ibunya. Ia berniat
untuk menjadikannya sebagai pedamping hidupnya.
Hasan al-Banna sering pergi ke keluarga As-Shauli, ia sering
berdiskusi dengan pemilik rumah tersebut tentang berbagai masalah. Pemilik rumah
tersebut tertarik dan menyukainya. Selain mempunyai wawasan yang luas dan
kepribadian yang soleh, Hasal al-Banna sangat bagus dalam berkomunikasi dengan
siapa pun. Pemilik rumah tersebut sudah yakin, bahwa pemuda ini (Hasan
al-Banna) sangat cocok untuk dijodohkan dengan puterinya. Padahal pada waktu
yang bersamaan, ada seorang pemuda lain datang kepadanya untuk meminang
puterinya. Pemuda tersebut ditolak, karena gara-gara ingin mengajak puterinya
untuk nonton bioskop (pacaran red.)
Pernikahan Hasan al-Banna dengan puteri keluarga As-Shauli
telah dilalui tanpa pacaran sama sekali. Pernikahan yang barokah ini melahirkan
anak-anaknya yang soleh dan berprestasi secara akademik. Dibalik kuat dan
sabarnya Hasan al-Banna dalam berdakwah bersama Ikhwanul Muslimin ialah
istrinya yang tangguh. Ia rela mengorbankan apa pun demi dakwah yang dilakukan
oleh suaminya. Hasan al-Banna sering memanggil istrinya dengan sebutan ‘Ummu
Wafa’, sementara istrinya memanggil suaminya dengan panggilan ‘Ustadz Hasan’.
Puteri sulung Hasan al-Banna ialah Wafa al-Banna, ia menikah
dengan da’i terkenal bernama Sa’id Ramadhan. Kelak mereka berdua melahirkan
seorang anak lelaki yang bernama Tariq Ramadhan. Iya, sampai saat ini Tariq
Ramadhan merupakan cucu pendiri Ikhwanul Muslimin (Hasan al-Banna) salah
seorang cendikiawan muslim dunia yang terkenal. Para pembaca bisa searching
tentang Tariq Ramadhan.
Selesai di kaki gunung Gede Pangrango.
Referensi tulisan ini dari buku Cinta di Rumah Hasan al-Banna. Saya menguraikan kisahnya dengan gaya bahasa saya sendiri.